Hentikan Aksi Represif terhadap Masyarakat Adat Lamtoras-Sihaporas.

Pernyataan Sikap:

Sihaporas, 22 Agustus 2022. Masyarakat adat Sihaporas yang berada di Nagori Sihaporas, Pamatang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, saat ini mengalami tindakan intimidasi dan represif dari aparat kepolisian dan TNI karena berjuang untuk pengakuan hak atas wilayah adatnya.

Masyarakat adat Sihaporas sudah berada di wilayah adatnya sejak 1800 an di buktikan dengan silsilah marga yang sudah sampai 11 generasi di Sihaporas sampai saat ini. Di mulai tahun 1998 masyarakat adat Sihaporas sudah berjuang untuk pengakuan hak atas wilayah adatnya yang diklaim secara sepihak menjadi kawasan Hutan Negara. Wilayah adat Sihaporas seluas 2.049 Ha masuk dalam konsesi PT. TPL seluas 1.289 Ha. Akibat dari aktivitas perusahaan PT.TPL, masyarakat adat Sihaporas mengalami berbagai kerugian, seperti rusaknya hutan adat sihaporas sebagai kebutuhan untuk ritual adat, sumber air minum masyarakat adat Sihaporas di rusak dan terkontaminasi pestisida perusahaan, Masyarakat adat Sihaporas kehilangan tanah adatnya, Masyarakat adat mengalami kekerasan dan intimidasi.

Dalam menuntut pengakuan haknya, masyarakat adat Sihaporas telah melewati berbagai upaya, seperti menyurati instansi pemerintahan, bertemu dengan Menteri LHK, sampai mengadu ke Kantor Staf Presiden. Namun belum mendapat respon yang serius dari pemerintah. Karena merasa tidak mendapat respon yang positif dari pemerintah, masyarakat adat Sihaporas akhirnya berjaga dan melarang aktivitas TPL di wilayah adat. Masyarakat adat Sihaporas saat ini telah melakukan penanaman pohon di sumber-sumber air bersih yang selama ini telah di rusak. Karena hal tersebutlah pihak aparat keamanan dari Kepolisian dan TNI selalu datang dan melakukan intimidasi kepada masyarakat adat Sihaporas.

Dari catatan masyarakat adat Sihaporas beberapa kali pihak keamanan datang untuk mengintimidasi masyarakat adat di antaranya adalah;

Pada tanggal 15 Juli 2022,Pihak intel Polres Simalungun dan TNI mendatangi pihak masyarakat adat Sihaporas, namun warga menyuruh mereka untuk pulang.

Pada tanggal 18 Juli 2022, Kapolsek Sidamanik beserta jajaran kepolisian dan TNI kembali datang ke Sihaporas atas dasar laporan TPL yang menuduh masyarakat adat Sihaporas menyandra pekerjanya, namun masyarakat adat Sihaporas membantah tuduhan itu, karena memang tidak terbukti.

Pada tanggal, 19 Agustus 2022, ratusan aparat kepolisan dan TNI kembali mendatangi masyarakat adat Sihaporas.

Pada tanggal 22 Agustus 2022, Pihak aparat kepolisian dari Resor Simalungun yaitu Kapolres Simalungun dan TNI yaitu Dandim dengan 250 personil kembali mendatangi masyarakat adat Sihaporas.

Masyarakat adat Sihaporas mendesak pemerintah mengakui wilayah adatnya, dan sebelum adanya pengakuan agar pihak perusahaan TPL tidak beraktivitas di wilayah adat Sihaporas. Karena masyarakat adat Sihaporas sudah lelah menemui dan berdialog dengan pemerintah namun tidak kunjung ada penyelesaian konflik yang kongkrit.

Oleh sebab itu kami dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mendesak;
1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mencadangkan wilayah adat Sihaporas.
2. Kepolisian Resor Simalungun dan TNI untuk menghentikan segala tindakan represif kepada masyarakat adat Sihaporas
3. Menghentikan segala aktivitas PT. TPL di wilayah adat Sihaporas.

Masyarakat adat di Tano Batak Memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat se Dunia 2022 (HIMAS)).

Sihaporas, 9 Agustus 2022. Ratusan Masyarakat Adat se Tano Batak memperingati Himas 2022 di tanah adat Lembaga Adat Sihaporas Lamtoras, kegiatan ini diikuti dari perwakilan berbagai komunitas KSPPM dan AMAN Tano Batak, turut hadir Komunitas Aek Godang Tornauli, Ompu Ronggur Simanjuntak, Nagasaribu Onan Harbangan, Natinggir, Natumingka, Matio, Simenakhenak, Lintong, Dolok Parmonangan, Parpatihan dan beberapa pengurus komunitas adat lainnya. 

Kegiatan tersebut dimulai dengan jamuan makan siang bersama di lokasi tanah adat Sihaporas, selanjutnya diskusi berbagi pengalaman serta semangat dari masing-masing komunitas yang hadir. Oleh masing-masing komunitas adat saling menguatkan dan sepakat melanjutkan perjuangan bersama hingga PT. TPL ditutup. Juga perjuangan bersama mendesak agar pemerintah mengembalikan wilayah adat yang selama ini diklaim sepihak sebagai konsesi PT. TPL dan hutan negara. Di mana dampak dari aktivitas PT. TPL tersebut telah menghancurkan kehidupan masyarakat adat di Huta.

Kehadiran perwakilan masyarakat adat di Tano Batak tersebut di wilayah adat Sihaporas juga memberikan dukungan moril atas perjuangan yang ditempuh komunitas adat Lamtoras-Sihaporas. Dalam diskusi disampaikan oleh tetua adat Sihaporas, Ompu Morris Ambarita mengatakan “Kami sudah berjuang selama 24 tahun sejak 1998, berbagai jalur sudah kami tempuh selama ini, akan tetapi belum ada juga niat pemerintah, sehingga kami melihat pemerintah tidak adil dan kami harus segera menetukan sikap dalam menguasai dan menjaga tanah adat Sihaporas”. 

Selanjutnya Delima Silalahi sebagai direktur KSPPM yang hadir menyampaikan bahwa “Kita harus tetap percaya diri dalam menguasai wilayah adat dan tidak berpatokan pada SK semata, serta jangan adanya perpecahan di antara kita”. Pun disampaikan oleh Roganda Simanjuntak sebagai ketua BPH AMAN Tano Batak, bahwa “Kita punya hak untuk identifikasi komunitas kita sebagai masyarakat adat atau tidak, bukan pemerintah atau orang lain. Sehingga itu, kita tetap teguh menjaga tanah yang diwariskan leluhur kepada kita”. 

Berlanjut untuk menyepakati rencana ke depan akan konsisten melakukan penguasaan, pengelolaan wilayah adat dan pelestarian hutan adat  dengan metode “Marsidapari” atau Gotong Royong bergilir di setiap komunitas di Tano Batak. 

Penanaman pohon dalam rangkaian kegiatan HIMAS 

Setelah Marsidapari disepakati, masyarakat adat yang hadir bersama pengurus serta masyarakat Sihaporas melakukan penanaman pohon bersama di tanah adat Sihaporas.

***