Refleksi Perjalanan Masyarakat Adat Tano Batak Sepanjang 2024: AMAN Tano Batak Luncurkan Catatan ahir Tahun.
Parapat- Perjuangan Masyarakat Adat di Tano Batak sepanjang tahun 2024 menjadi cermin keteguhan melindungi warisan leluhur di tengah arus modernisasi. Tantangan besar, mulai dari kriminalisasi hingga ancaman terhadap identitas budaya, menjadi sorotan utama dalam refleksi yang digelar di Pondok Kreatif Parapat. Sabtu, 25 Januari 2025.
Acara ini diawali dengan diskusi bertema “Refleksi Perjalanan Masyarakat Adat Tano Batak 2024,” menghadirkan Jhontoni Tarihoran (Ketua AMAN Tano Batak), Delima Silalahi (Direktur KSPPM), Tomson Hutasoit (Budayawan), Juni Aritonang (Direktur BAKUMSU), dan Sorbatua Siallagan (perwakilan komunitas adat). Diskusi dipandu oleh Leni Rio Sirait.
Dalam diskusi, Jhontoni Tarihoran menyoroti kasus kriminalisasi yang terus dialami Masyarakat Adat, seperti di Pandumaan-Sipituhuta pada 2013 dan Sihaporas pada 2024. “Penangkapan paksa dilakukan tanpa surat atau identitas resmi dari aparat kepolisian. Bahkan anak-anak dan perempuan menjadi korban kekerasan,” ungkap Jhontoni. Ia menambahkan, meski ada dukungan solidaritas dari berbagai elemen masyarakat, negara belum menunjukkan keberpihakannya kepada Masyarakat Adat.
Jhontoni juga menyinggung kasus Sorbatua Siallagan, yang divonis bersalah di Pengadilan Negeri Simalungun namun dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Medan. “Ini menunjukkan betapa sulitnya perjuangan Masyarakat Adat dalam mempertahankan hak atas tanah adat-Nya” tegasnya.
Delima Silalahi menambahkan, selain konflik dengan PT TPL, kini Masyarakat Adat menghadapi dua proyek strategis nasional, yakni pengembangan pariwisata internasional dan food estate, yang kerap merampas tanah adat. “Dampak buruk kebijakan ini semakin memperparah kondisi Masyarakat Adat,” katanya. Delima menekankan pentingnya solidaritas dan semangat kolektif untuk melawan ancaman tersebut.
Tomson Hutasoit menyoroti pentingnya ritual adat sebagai bukti keberadaan Masyarakat Adat. “Sekolah adat, seperti di Sihaporas, Lontung, dan Sigala-gala, menjadi benteng untuk melestarikan tradisi dan menjaga ekosistem,” ujarnya. Ia juga memuji keberanian generasi muda yang mulai terlibat aktif dalam mempertahankan peradaban leluhur.
Juni Aritonang menyoroti lambannya pengesahan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. “Setelah 14 tahun mandek di DPR RI, Masyarakat Adat terus menjadi korban kriminalisasi,” ujar Juni. Ia mencontohkan kasus Dolok Parmonangan dan Sihaporas, di mana Masyarakat Adat dipaksa bersalah di hadapan hukum.
Di sela-sela kegiatan, penyelenggara memberikan apresiasi kepada pejuang Masyarakat Adat. Sorbatua Siallagan, salah satu tokoh yang pernah mengalami kriminalisasi dalam memperjuangkan tanah adatnya, menerima simbol penghormatan berupa ulos. Penyerahan ulos ini menjadi bentuk penghargaan atas dedikasi dan perjuangannya menjaga hak dan identitas Masyarakat Adat di Tano Batak.
Sorbatua Siallagan, yang sempat dikriminalisasi, menyatakan bahwa tanah adat mereka adalah warisan leluhur yang telah dikelola turun-temurun. “Namun, kebijakan negara dan perusahaan yang baru hadir mengklaim tanah kami secara sepihak,” katanya. Ia menegaskan bahwa keadilan bagi Masyarakat Adat hanya dapat tercapai jika hak atas tanah adat diakui secara utuh.
Judianto Simanjuntak dari PPMAN menyoroti dukungan solidaritas dari 321 lembaga dan individu yang menyurati pemerintah, menuntut pembebasan Sorbatua Siallagan. “Pelaporan atas tindakan sewenang-wenang terhadap Masyarakat Adat kini tengah berproses di Ombudsman RI,” ujarnya.
Acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan seni dari komunitas adat, seperti Sekolah Adat, Sanggar Nabasa, Pondok Kreatif, dan Mitudo. Buku Catatan Akhir Tahun (Catahu) diluncurkan sebagai rekaman perjalanan dan perjuangan Masyarakat Adat sepanjang 2024, menjadi pengingat atas tantangan dan solidaritas yang terus tumbuh.
Acara ini diselenggarakan oleh AMAN Tano Batak bekerja sama dengan KSPPM, BAKUMSU, Aliansi Gerak Tutup TPL, dan komunitas seni lokal, sebagai bentuk refleksi sekaligus seruan untuk melestarikan budaya dan alam Tano Batak.
(Red)