Persidangan Kasus Sorbatua Siallagan: Saksi Pelapor Tidak Melihat Langsung Aktivitas Pembakaran Hutan Sesuai Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Oleh: Maruli Simanjuntak
Simalungun, 24 Juni 2024 – Sidang kasus pembakaran hutan yang melibatkan Sorbatua Siallagan kembali digelar di Pengadilan Negeri Simalungun. Dengan agenda mendengarkan keterangan saksi pelapor yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sementara diluar persidangan, masyarakat adat dan mahasiswa yang tergabung, melaksanakan aksi dalam bentuk teatrikal menari dan orasi, untuk menyampaikan pernyataan dukungan terhadap Sorbatua Siallagan. Poster dan spanduk juga di perlihatkan yang berisi tuntutan seperti “Bebaskan Sorbatua Siallagan”, Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat”, “Sahkan Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Sumut” dan yang lain.
Pada persidangan kali ini, JPU menghadirkan lima dari sebelas saksi pelapor. Kelima saksi tersebut adalah Muhammad Reza, Litigation Officer PT. TPL; John Binhot Manalu, Humas PT. TPL; Joel Tambunan, satpam outsourcing PT. TPL; Albiner Sinaga, Kepala Desa Pondokbuluh; dan Samuel Sardiaman Sinaga, petani dari organisasi Petani Perduli API, bentukan PT. TPL.
Dalam dakwaan, Sorbatua dituduh membakar hutan pada 7 September 2022. Namun, fakta yang terungkap di persidangan menjadi sorotan. Tidak ada satu pun saksi yang melihat langsung aktivitas pembakaran yang dituduhkan kepada Sorbatua.
Reza Ardiansyah, pegawai PT. TPL, dalam kesaksiannya menyatakan bahwa dirinya hanya mendengar informasi dari pihak ketiga. “Saya hanya mendengar dari staf lapangan saya, Jon Binhot Manalu, bahwa Sorbatua terlibat dalam pembakaran hutan konsesi PT. TPL. Setelah itu saya langsung membuat laporan polisi di Polda Sumut,” ujar Reza di hadapan majelis hakim.
Saksi lain, John Bintot Manalu, mengatakan bahwa dirinya bersama Joel Tambunan tidak melihat Sorbatua membakar hutan. “Saya hanya melihat dia ada di lokasi saat bara api menyala. Saya tidak menyaksikan Sorbatua menyalakan api,” kata John Binhot. Ketika hakim menanyakan apakah hanya Sorbatua yang berada di sana, para saksi mengatakan ada sekitar 25 orang saat kejadian. Namun, mereka hanya mengenal Sorbatua dan lupa identitas orang lainnya.
Barang bukti berupa potongan kayu terbakar yang diserahkan pelapor juga dipertanyakan keabsahannya oleh Boy Raja Marpaung, pengacara Sorbatua. “Secara logika, kayu yang terbakar selama dua tahun seharusnya sudah berlumut jika ditemukan di ruang terbuka,” ungkap Boy.
Tim kuasa hukum Sorbatua Siallagan memanfaatkan celah ini untuk meragukan validitas tuduhan. “Ketiadaan saksi mata yang melihat langsung aktivitas terduga pelaku sangat memperlemah tuduhan ini. Kesaksian berdasarkan cerita dari orang lain tidak cukup kuat untuk membuktikan kesalahan klien kami,” tegas kuasa hukum.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Hakim Desi D. E. Ginting, S.H, M H menyatakan bahwa kesaksian dan bukti yang diajukan akan dipertimbangkan dengan cermat. “Kami akan menelaah setiap kesaksian dan bukti dengan seksama. Proses peradilan akan berjalan adil dan objektif,” kata Ketua Hakim.
Sidang akan dilanjutkan pada hari Rabu dengan agenda mendengarkan saksi ahli yang diajukan JPU. Kasus ini menarik perhatian publik mengingat Sorbatua adalah warga adat yang sedang berjuang atas tanah yang telah ditempati selama sebelas generasi, jauh sebelum kehadiran PT. TPL dan bahkan negara di wilayah tersebut.
Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak