Masyarakat Adat Sihaporas Geruduk Kantor PT. Toba Pulp Lestari Dan Tanaman Pohon Untuk Rehabilitasi Sumber Mata Air Yang Tercemar
Masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik mulai dari senin pagi (05 November 2018) melakukan aksi ke Kantor TPL untuk memprotes sikap PT. TPL yang telah mencemari sungai dan sumber air minum mereka pada minggu lalu. Namun PT. TPL melalui Humasnya menolak untuk mengakui bahwa pembuangan limbah yang dilakukan mereka pada tanggal 25 lalu dilakukan oleh para Pekerja TPL. Faktanya dilapangan masyarakat menemukan banyak Ikhan Batak, pora-pora, Ikan Mas, Kepiting dan ekosistem biota sungai lainya mati akibat pembuangan limbah beracun tersebut.
Masyarakat adat Sihaporas turut juga menduduki lahan yang sudah dibabat habis hutannya oleh PT. TPL dengan menanami pohon kayu alam sebagai bentuk perjuangan untuk memperbaiki kondisi lingkungan serta daerah aliran sungai mereka yang telah rusak . Ratusan masyarakat adat Sihaporas secara bersama menduduk lahan-lahan perkebunan ekauliptus sekitar wilayah aliran sungai yang telah rusak.
Selain itu masayarakat adat Sihaporas juga menutup portal keluar masuk kendaraan PT. TPL. Hal ini merupakan bentuk aksi dari masyarakat adat Sihaporas ini atas kejadian pencemaran sungai yang menyebabakan ekosistem sekitar sungai seperti ihan Batak dan lain-lain menjadi punah serta tindakan PT. TPL yang membabat habis nyaris seluruh Hutan Adat yang menjadi salah satu penopang kehidupan masyarakat adat Sihaporas. Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat juga turut menjadi tercemar, akibatnya masyarakat adat Sihaporas takut mengkomsumsi air minum karena umbul air (sumber mata air) mereka turut tercemar.
Dalam Rilis yang dikeluarkan oleh masyarakat adat Sihaporas melalui lembaga adatnya Lamtoras. Ketua Lembaga Adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita saat rapat di Sihaporas, Minggu (4/11/2018) sore. “Besok Senin, kami berencana menanami tumbuhan alam yang terdapat di seputar kawasan Tanah Adat Sihaporas ke lokasi yang ditemukan racun-racun di kawasan umbul air minum warga Sihaporas, di kawasan Tiga Siholi-holi,” ujar Wakil Ketua Lembaga Adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita saat rapat di Sihaporas, Minggu (4/11/2018) sore.
Alasan menanami tambuhan alam di areal kawasan umbul air, kata Ompu Morris Ambarita, sapaan Mangitua Ambarita, karena warga dan pemuka adat menghindari terulangnya pencemaran sumber air minum yang dialirkan ke rumah warga.
“Kami tidak mau ada langi kamp di lokasi umbul air, yang mungkin saja mereka buang air besar, mencuci dan mandi di sumber air warga. Selain itu, juga ditemukan botor-botol racun, dua minggu lalu,” ujar Mangitua yang tinggal di kampung Lumban Ambarita, Nagori Sihaporas.
Ketua Lamtoras Judin Ambarita mengatakan sangat mendukung upaya lembaga adat dan masyarakat berinisiatif menami hutan alam di kawasan umbul air.
“Saya, selaku ketua Lamtoras, sangat mendukung, terutama ada upanya menanami tumbuhan di sekitar umbul, yang sudah tercemar. Sekali lagi saya sangat mendukung,” ujar Ompu Sampe Ambarita, sapaan Judin Ambarita, warga kampung Sihaporas Aekbatu.
Wilayah Adat Hancur Akibat Aktivitas Wilayah Adat Sihaporas
Sebelumnya diberitakan media massa, warga dan pengurus lembaga adat Lamtoras Sihaporas sempat takut menggunakan air dari Aek/Sungai Maranti dan sungai Sidogor-dogor, karena mendadak ditemukan ikan-ikan endemik mengambang mati di sungai, pada Kamis (25/10/2018).
Jumlah dan jenis ikan bermatian semakin banyak ditemukan pada Jumat 26 Oktober 2018. Misalnya ihan batak atau curong atau semah (air tawar seperti jenis ihan Batak (Latin: Neolissochilus thienemanni), ikan pora-pora, limbat (lele lokal) dan kepiting. Bahkan katak pun bermatian.
Warga telah membuat aduan kepada Polres Simalungun di Pematangraya, dan Polsek Sidamanik, pada hari itu Juga, Kamis (26/10/2018). Fakta dan bukti ikan-ikan bermatian itu pun dibawa saat melapor.
Selanjutnya, warga menyusuri sungai, dan menemukan aktivitas belasan orang pekerja mendirikan tenda di kawasan hulu sungai. Mereka adalah pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Saat dilakukan penyisiran, warga menemukan 2 botol racun merk Gol Ma dan 11 botol kecil racun hama jenis Confidor. Kuat dugaan warga, kedua jenis racun inilah yang digunakan untuk meracun aliran sungai umbul milik warga Sihaporas. Racun tersebut lazim digunakan sebagai campuran meracun pestisida.
“Atas kejadian ini, di mana kami merasa dua kali dicemarkan, yakni mencuci dan buang air di umbul sungaiw arga, dan kedua sungai diracuni. Akibatnya, kami tidak terima perlakukan ini, makanya kami akan menanam pohon di kawasan umbul,” ujar Mangitua.
Ia mengutip, sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentnag kehutanan, diatur larangan menebang hutan dari areal sungai.
“Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, ada sempadan sungai, yakni dilarang menanami pohon jarak 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, dan 50 meter kiri kanan sungai kecil, serta 100 meter untuk sungai besar. Jadi ini pegangan kami,” kata Mangitua.
Dinas Perikanan Simalungun, Dinas Perikanan Sumatera Utara, dan tim Dokter dari Puskesmas Tigaurung Kemacamatan Pematang Sidamanik terlah meninjau lokasi kurun wkatu 27 hingga 30 Oktober.
Kemudian pada 1 November siang, saat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Simalungun, yakni Saragih dan Gultom mengecek lagi ke lokasi. Seminggu setelah kejadian pertama, tim pengecek didampingi warga, masih menemukan bangkai ikan mengapung di kolam Sidogor-dogor.
Melihat Kondisi lahan yang semakin kritis, perlu tindakan nyata dari masyarakat adat melalui menanam sebagai bentuk perlawanan atas sikap buruk PT. TPL yang sudah terakumulasi selama ini. Masyarakat adat Sihaporas sudah sekian lama terkukung di atas tanah adatnya sendiri, kehancuran alam yang diakibatkan oleh aktivitas PT. TPL ini jelas sangat merugikan dan mengancam keberadaan masyarakat adat Sihaporas. Ruang-ruang hidup yang sudah diwariskan turun temurun tidak dapat diakses bebas oleh masyarakat adat Siihaporas, krimalisasi serta intimidasi terhadap masyarakat adat Sihaporas kerap terjadi . Ritual-ritual adat yang mereka lakasanakan kini terancama akibat hutan-hutan yang sudah punah, sumber-sumber untuk keperluaan seperti Ihan Batak dan pora-pora nyaris tidak ditemukan lagi dan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari kini semakin tercemar.
Hutan-hutan serta daerah aliran sungai yang dulunya hijau dan asri yang mana ketergantungan masyarakat adat Sihaporas terhadap alam sangatlah dekat. Namun aktivitas masif dan agresif Perusahaan kini mengubah total landsacape wilayah adat Sihaporas dan nyata kehadiran perusahaan tersebut menjadikan hidup masyarakat adat Sihaporas membuat mereka semakin tertindas. Sikap PT. TPL tidak menghormati masyarakat lokal, kesewenang-wenangan Perusahaan yang sudah puluhan tahun beroperasi di wilayah adat Sihaporas merupakan konflik yang sedang dihadapi masyarakat adat Sihaporas saat ini.
Masyarakat adat Sihaporas dan AMAN Tano Batak sebagai organiasi yang mewadahi perjuangan masyarakat adat Sihaporas telah mengirimkan Surat Protes terhadap Pemerintahan Pusat seperti Kementrian Lingkungan serta meminta perlindungan kepada Komnas HAM agar kasus ini segera dituntaskan menginggat hal ini mengacam kehidupan masyaarakat adat Sihaporas.
Sumber Dokumentasi : AMAN Tano Batak & Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas.
link : https://tanobatak.aman.or.id/?p=527