Kehancuran Hutan dan Ekosistem Sungai Ancam Kehidupan Masyarakat Adat Sihaporas

Ditengah suasana suka cita masyarakat adat Sihaporas sehabis melaksanakan ritual adat Patarias Debata di Nagori Sihaporas, kini muncul lagi permasalahan baru terkait pencemaran sumber air minum (umbul) dan daerah aliran sungai mereka yaitu sungai meranti yang dilakukan oleh para pekerja TPL.

Hal ini terjadi tepat pada hari setelah mereka selesai melaskanakan acara ritual, salah satu warga Sihaporas yaitu Donald Ambarita menemukan di Bombongan Nabolon yang merupakan kolam milik masyarakat adat Sihaporas banyak ditemukan Ihan Batak yang mati megambang.

Atas peristiwa yang dilihatnya tersebut, Donald Ambarita memberitahukan kepada penduduk di kampung. Tanpa basa-basi beberapa warga Sihaporas langsung menelusuri aliran sepanjang sungai mereka, yaitu sungai meranti. Disepanjang aliran sungai ditemukan banyak ikan khusunya jenis ihan Batak yang mati mengambang. Ikhan Batak saat ini sudah sangat sulit ditemukan dan keberadaanya hanya bisa ditemukan di daerah-daerah tertentu saja.

Untuk memastikan penyebabnya, warga Sihaporas pun menuju hulu sungai untuk menemukan sumber penyebab dari kematian-kematian ikan tersebut. masyarakat pun menemukan kamp tempat pekerja harian PT. TPL tidak jauh dari umbul air (kolam sumber air) milik masyarakat adat Sihaporas. Disekitar kamp juga ditemukan bangkai-bangkai ikan yang berserakan. Diduga bangkai ikan tersebut merupakan korban dari pestida para pekerja PT. TPL.

Masyarakat yang marah pun mengepung lokasi kamp untuk memastikan barang bukti tidak dihilangkan. Sebagian dari warga pada sore harinya melapor kepada Polres Simanlungun, namun oleh Pihak Polres Simalungun pun menyarankan warga untuk melapor ke Polsek Pematang Sidamanik terlebih Dahulu.

Setibanya di Lokasi Polisi pun memediasi pertemuan dengan PT. TPL terkait periswtiwa ini, namun pihak Polisi tidak serta merta mengambil barang bukti hanya mencatat nama-nama para pekerja yang berada di kamp tersebut.

MASYARAKAT ADAT SIHAPORAS MENGUTUK KERAS TINDAKAN  PT.TPL CEMARI SUMBER AIR DAN ALIRAN SUNGAI DI WILAYAH ADAT 

Sebagai sumber air minum masyarakat, masyarakat adat Sihaporas kini merasa sangat khawatri akibat periswtiwa ini. Mata air yang menjadi sumber air kebutuhan sehari-hari mereka kini tercemar dan Ihan Batak yang menjadi ikan endemik kini keberadaanya nyaris punah akibat pembuangan limbah beracun yang dilakukan oleh pekerja PT. TPL tersebut.

Tepatnya pada tanggal 29 Oktober 2018, pada hari senin. Perwakilan PT. TPL yang terdiri dari Humas Sektor Aek Nauli, Bahara Sibuea dan beberapa security datang ke Lumban Ambarita Sihaporas. Hal ini sesuai dengan keinginan PT. TPL untuk berdialog dengan masyarakat pada hari jumat lalu (26 Oktober 2018) . Pertemuan ini dilakukan di Ruma Bolon (Rumah Adat) Lumban Ambarita Sihaporas. Dalam pertemuan ini hadir juga pihak dari Kepolisian Sektor Pematang Sidamanik.

Namun sikap PT. TPL yang diwakili Humasnya  tersebut tidak mencerminkan itikad baik untuk meminta maaf, justru pihak PT. TPL menyarankan agar ditunggu hasil dari pegujian laboratorium dan penyelidikan oleh Pihak Kepolisian.

Masyarakat adat Sihaporas sangat kecewa dan marah atas sikap PT. TPL yang tidak mau mengakui kesalahanya. Sudah sangat jelas bukti nyata di lapangan ditemukan beberapa botol pestidsida dengan label confidor tidak jauh dari daerah aliran sungai dan perluasaan perkebunana ekauliptus yang menebang hampir seluruh pohon dekat bibir sungai. Hal ini jelas melanggar peraturan yang menyatakan bahwa penanaman atau lokasi tanaman ekauliptus  harus 50 meter dari bibir sungai dari sebelah kiri dan kanan (100 Meter).

Setelah melakukan pertemuan di Ruma Bolon, atas saran dari Pihak Polisi bersama masyarakat adat Sihaporas dan PT.TPL untuk menuju lokasi yang tempat kejadian perkara, barang bukti yang berupa beberapa botol pestisida merek Confidor yang masih terletak tak jauh dari sumber mata air pun dibawa Polisi sebagai barang bukti. Namun pihak PT. TPL tidak mau juga mengakui tindakan yang dilakukan oleh pekerja mereka, dengan alasan harus menunggu proses penyelidikan dan uji di Laboratorium. Sementara sebelumnya pekerja mereka telah mengakui bahwa pestida tersebutlah yang mereka gunakan untuk menyemprot hama pada tumbuhan ekauliptus.

Atas sikapnya ini masyarakat Sihaporas mengutuk dengan keras perbuatan tidak bertanggung jawab tersebut dan menuntut berbagai pihak seperti kepolisian dan Lingkungan Hidup untuk segera menidaklanjuti periswtiwa ini sebab hal ini sudah sangat genting mengingat sumber air untuk mereka pakai untuk kehidupan sudah tercemar dan Ihan Batak yang mereka gunakan pada setiap kegiatan ritual serta adat kini keberadaanya sudah nyaris punah. Belum lagi terkait kawasan hutan-hutan mereka yang sudah nyaris gundul demi perluasaan perkebunaan ekauliptus.

Dinas Perikanan dari Provinsi turun pun ke Sihaporas terkait persoalan banyak Ihan Batak yang mati, tim dari Dinas Perikanan Provinsi Sumut melakukan beberapa test dan mengambil beberapa sampel serta ikan yang mati mengambang untuk di uji di Labotarium. Diduga banyak Ikan yang mati akibat kekurangan oksigen namun untuk memastikan lebih lanjut Tim dari Dinas Perikanan Provinsi harus memastikannya terlebih dahulu melalui beberapa pengujian di Laboratorium mereka di Belawan agar diketahui penyebab pasti kematian mendadak Ikhan Batak tersebut.

Persoalan kerusakan lingkungan serta ekosistem yang menjadi ruang hidup dari masyarakat adat Sihaporas kini membuat kehidupan masyarakat adat Sihaporas dilanda kekhawatiran dan rasa was-was . Tidak bisa dipungkiri Hubungan Alam ,hutan serta ekosistem lingkungan yang ada di wilayah adat mereka  dengan masyarakat adat Sihaporas sangatlah dekat, bagaimana sumber-sumber kehidupan dan keperluaan ritual mereka selama ini diperoleh dari Hutan. Kini masyarkat adat Sihaporas berada dalam kecemasan melihat lingkungan dan alam mereka semakin hari semakin masif dirusak, apalagi untuk merehabilitasi lahan tersebut bukanlah hal yang mudah sebab harus menunggu puluhan tahun agar pulih kembali.

masyarkat adat Sihaporas  berencana akan melakukan penanaman Pohon/kayu alam kembali di sekitar areal pinggiran sungai sebagai upaya untuk merehabilitasi hutan yang sudah mulai gundul hal ini dilakukan demi menjaga ketersedian air bersih dan menyelamatkan lingkungan mereka yang nyaris hancur lebur akibat aktivitas PT. Toba Pulp Lestari.

Link : https://tanobatak.aman.or.id/?p=499&preview=true

Sumber Air Bersih Sihaporas Terancam Akibat Aktivitas PT. TPL

Pasca selesai melaksanakan ritual adat Patarias Debata Mulajadi Nabolon di Sihaporas Kamis lalu , Masyarakat adat Sihaporas kini dihadapkan pada permasalahan baru terkait aktivitas pembuangan limbah kegiatan operasional PT. Toba Pulp Lestari (TPL) secara sembarangan yang semakin merusak alam dan lingkungan di wilayah adat Sihaporas khusunya daerah aliran sungai. Hal ini dibuktikan dengan ditemukanya ikan-ikan yang mati mendadak disekitar sungai Maranti dan kolam besar milik warga Sihaporas yang menjadi tempat pelaksanaan ritual martutu aek pada ritual Patarias Debata Mulajadi Nabolon yang dilakukan warga Sihaporas sehari sebelumnya. Sungai meranti sendiri menjadi salah satu sumber air bersih bagi masyarakat adat Sihaporas. Warga yang marah atas kejadian ini pun datang ke Kamp para pekerja PT. TPL untuk memastikan lebih lanjut tentang aktivitas pembuangan limbah pestisida (Racun) yang dilakukan oleh para pekerja PT. TPL. Warga yang sudah gerah dengan tindakan tersebut pun mengepung Kamp pekerja PT. TPL tersebut untuk memastikan supaya barang-barang bukti tidak dihilangkan dan para pekerja yang terindikasi menjadi pelaku agar tidak kabur. Di sekitar Kamp pekerja tersebut, warga menemukan banyak ikan-ikan serta kepiting yang mati  dan puluhan botol pestida yang digunakan sebagai racun untuk membunuh gulma.

Masyarakat adat Sihaporas sangat mengantungkan pasokan air bersih dari sungai-sungai besar seperti sungai Meranti dan Sidogor-dogor. Kamp pekerja PT. TPL sendiri berada dekat dengan hulu sungai yang menjadi sumber air dari sungai Meranti dan Sidogor-dogor tersebut. Kehacancuran ekosistem dan dampak yang timbulkan dari aktivitas pembuangan limbah ini jelas sangat merugikan masyarakat adat Sihaporas. Di sekitar sungai-sungai tersebut masih terdapat banyak Ihan Batak, yang keberadaannya sendiri kini mulai sulit ditemukan.  Dimana dalam pelaksanaan ritual-ritual adat, Ihan Batak ini sangat diperlukan sebagai syarat ritual adat. Belum lagi sungai tersebut merupakan pemasok kebutuhan sehari-hari warga Sihaporas sehingga aktivias pencemaran limbah tersebut sangat membahayakan warga Sihaporas. Masyarakat adat Sihaporas kini menjadi khawatir untuk mengkomsumsi air dari sungai tersebut sementara pasokan air bersih sehari-hari masyarakat Sihaporas bersumber dari sungai-sungai tersebut.

Masyarakat adat Sihaporas lewat lembaga adat mereka LAMTORAS telah melaporkan kejadian ini kepada Polsek Sidamanik dan  Polres Simalungun agar segera menindaklanjuti kejadian tersebut dan memproses hukum para pelakunya.  Kegiatan operasional PT. TPL saat ini semakin masif merusak lingkungan di Sihaporas,  disamping pencemaran lingkungan oleh limbah pestida oleh para pekerja PT. TPL, PT. TPL sendiri juga dari beberapa minggu belakangan ini nyaris membabat habis hutan-hutan yang menjadi sumber penopang kehidupan masyarakat adat Sihaporas untuk perluasan perkebunan ekauliptus mereka.

Perlu tidakan lebih lanjut dari Pemerintah Kabupaten Simalungan dan terkhususnya Mentri KLHK utuk mengevaluasi lebih lanjut terkait standart operasional yang dilakukan oleh PT. TPL selama ini. Sebab PT. TPL selama ini selalu menyanggah jika kegiatan operasional mereka tidak merusak lingkungan namun jika dilihat dari fakta selama ini, PT. TPL merupakan penyumbang terbesar kehancuran lingkungan di sekitar kawasan Danau Toba. Jika hal ini terus dibiarkan maka tentunya akan sangat mengacam keberlangsungan hidup masyarakat serta ekosistem pendukung kehidupan yang ada di Sihaporas. Belum lagi aktivitas pengundulan  hutan-hutan sekitar wilayah adat Sihaporas yang semakin masif , yang dimana keberadaan hutan tersebut  sangatlah penting dan memiliki ikatan spritual dengan masyarakat adat Sihaporas.